Nadiem Makarim
Nadiem Makarim Menjalani Pemeriksaan Di Kejaksaan Agung

Nadiem Makarim Menjalani Pemeriksaan Di Kejaksaan Agung

Nadiem Makarim Menjalani Pemeriksaan Di Kejaksaan Agung

Facebook Twitter WhatsApp Pinterest LinkedIn Tumblr Telegram Email Print
Nadiem Makarim
Nadiem Makarim Menjalani Pemeriksaan Di Kejaksaan Agung

Nadiem Makarim Mantan Kemendikbudristek Kembali Menjalani Pemeriksaan Di Gedung Bundar Kejaksaan Agung RI, Senin (15/7/2025). Terkait kasus dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook senilai Rp9,9 triliun. Ini merupakan pemeriksaan kedua, setelah sebelumnya ia diperiksa selama kurang lebih 12 jam pada 23 Juni lalu.

Nadiem tiba sekitar pukul 09.00 WIB di dampingi pengacara ternama Hotman Paris Hutapea, tanpa memberikan komentar kepada awak media. Dengan ekspresi tenang dan senyum tipis, ia langsung memasuki ruang pemeriksaan Gedung Jampidsus. Pemeriksaan kali ini di lakukan setelah tim penyidik melakukan penggeledahan di kantor GoTo. Dan apartemen milik staf khusus eks-Mendikbudristek, untuk mendalami sejumlah bukti pendukung.

Kasus ini berakar pada program pengadaan laptop Chromebook untuk mendukung pembelajaran digital di sekolah-sekolah seluruh Indonesia. Dalam rentang waktu 2019 hingga 2022, Kementerian Pendidikan dan instansi terkait di duga melakukan perubahan spesifikasi teknis secara sepihak, dari laptop berbasis Windows menjadi Chrome OS. Tanpa kajian menyeluruh terhadap kesiapan infrastruktur, terutama di daerah dengan akses internet terbatas.

Penyidik Kejagung mendalami dugaan bahwa perubahan spesifikasi ini tidak hanya merugikan negara secara finansial. Tetapi juga secara fungsi karena ribuan unit Chromebook tidak bisa di gunakan secara optimal di sekolah sasaran. Sejauh ini, belum ada tersangka di tetapkan, dan Nadiem masih diperiksa dalam kapasitas sebagai saksi.

Pemeriksaan terhadap Nadiem Makarim juga mencakup klarifikasi atas proses penunjukan vendor, justifikasi teknis atas perubahan sistem operasi. Serta keterlibatan pihak-pihak swasta yang di duga terafiliasi dengan pengadaan. Sumber dari internal Kejagung menyebutkan, penyidik kini fokus memetakan alur anggaran dan pengaruh kebijakan di balik keputusan besar tersebut.

Meski belum bersuara di depan media, melalui pernyataan tertulis sebelumnya, Nadiem Makarim menyatakan komitmennya untuk bersikap kooperatif dan transparan. Serta mendukung Kejaksaan dalam menuntaskan kasus ini demi menjaga integritas sektor pendidikan.

Nadiem Anwar Makarim Menunjukkan Sikap Tenang, Kooperatif, Dan Menjaga Etika Publik

Dalam menghadapi pemeriksaan oleh Kejaksaan Agung RI terkait dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook senilai Rp9,9 triliun, Nadiem Anwar Makarim Menunjukkan Sikap Tenang, Kooperatif, Dan Menjaga Etika Publik sebagai mantan pejabat negara. Meski enggan memberikan komentar langsung kepada media saat tiba di Gedung Jampidsus, Senin (15/7/2025), bahasa tubuh Nadiem mencerminkan kesiapan menghadapi proses hukum yang tengah berjalan.

Di dampingi pengacara kondang Hotman Paris Hutapea, Nadiem datang dengan ekspresi tenang, mengenakan setelan formal lengkap, dan hanya melemparkan senyum tipis ke arah awak media. Ia langsung menuju ruang pemeriksaan tanpa satu patah kata pun, mengikuti proses hukum tanpa menciptakan kegaduhan di ruang publik. Sikap ini bukan yang pertama ia tampilkan. Pada pemeriksaan sebelumnya, 23 Juni lalu, Nadiem juga memilih tidak memberikan pernyataan langsung kepada media, melainkan menyampaikan pandangannya melalui pernyataan tertulis.

Dalam pernyataan resmi yang di rilis oleh tim kuasa hukumnya, Nadiem menyampaikan bahwa ia berkomitmen penuh untuk mendukung penegakan hukum secara transparan dan adil, serta siap memberikan keterangan sejelas-jelasnya kepada penyidik. “Saya hadir sebagai warga negara yang menghormati hukum dan menjunjung tinggi prinsip akuntabilitas publik,” tulisnya.

Nadiem juga menegaskan bahwa program digitalisasi pendidikan, termasuk pengadaan Chromebook, sejak awal di maksudkan untuk mempercepat akses teknologi di sekolah-sekolah Indonesia, terutama di daerah tertinggal. Ia mengaku siap menjelaskan secara detail proses kebijakan tersebut, termasuk latar belakang perubahan spesifikasi teknis dan penunjukan vendor.

Meski kini sudah tidak menjabat sebagai Mendikbudristek, Nadiem menyadari bahwa publik tetap menaruh perhatian pada langkah dan tanggung jawab moralnya. Oleh sebab itu, ia menyerahkan sepenuhnya proses hukum kepada Kejaksaan dan berharap penanganan perkara ini bisa menjadi pelajaran berharga bagi tata kelola anggaran pendidikan di masa depan.

Sikap tenang dan keterbukaan Nadiem dalam menghadapi proses ini memperlihatkan upayanya menjaga reputasi pribadi sekaligus mendukung keadilan berjalan tanpa intervensi.

Kasus Nadiem Bermula Dari Program Ambisius Pemerintah

Kasus Nadiem Bermula Dari Program Ambisius Pemerintah dalam mendukung digitalisasi pendidikan. Program tersebut melibatkan pengadaan laptop senilai total Rp9,9 triliun yang di laksanakan dalam rentang waktu 2019 hingga 2022, bertujuan untuk mendistribusikan perangkat ke puluhan ribu sekolah di seluruh Indonesia.

Namun, yang semula di rancang sebagai terobosan positif, berubah menjadi sorotan tajam. Dugaan pelanggaran prosedur dan potensi kerugian negara mulai muncul ketika di temukan bahwa laptop yang di beli dalam jumlah besar justru menggunakan sistem operasi Chrome OS (Chromebook), bukan Windows sebagaimana sebelumnya di rencanakan dalam kajian teknis awal.

Kejaksaan Agung (Kejagung) mengendus adanya indikasi manipulasi spesifikasi yang merugikan sekolah-sekolah, khususnya di daerah pelosok yang memiliki keterbatasan jaringan internet. Chromebook, yang sangat bergantung pada koneksi online, tidak optimal di gunakan di banyak wilayah Indonesia. Ini menimbulkan pertanyaan besar soal dasar pengambilan kebijakan tersebut—apakah murni pertimbangan teknis, atau ada tekanan kepentingan lain.

Sejumlah sumber internal mengungkap bahwa kajian awal sebenarnya mengusulkan perangkat berbasis Windows yang lebih fleksibel untuk penggunaan offline. Namun, spesifikasi ini kemudian di ubah tanpa penjelasan teknis yang memadai. Proses pengadaan, pemilihan vendor, dan penyesuaian harga menjadi area yang kini tengah di dalami penyidik.

Meski hingga kini Nadiem masih di periksa dalam kapasitas sebagai saksi, penyelidikan terus berkembang, termasuk dengan penggeledahan sejumlah lokasi strategis seperti kantor GoTo dan apartemen milik mantan staf khusus Kemendikbudristek.

Kasus ini bukan hanya soal pengadaan perangkat, tapi mencerminkan masalah struktural dalam pengelolaan anggaran pendidikan. Mulai dari transparansi, akuntabilitas, hingga dampak langsung pada mutu belajar siswa. Dengan total anggaran yang sangat besar dan kepentingan publik yang tinggi, kasus Chromebook menjadi perhatian serius masyarakat. Serta ujian bagi penegakan hukum dan tata kelola pendidikan nasional.

Hingga Pertengahan Juli 2025, Kejaksaan Agung Belum Menetapkan Tersangka

Kasus dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook yang kini menyorot nama mantan Mendikbudristek Nadiem Anwar Makarim merupakan potret kompleks dari sebuah program nasional ambisius yang tidak berjalan sebagaimana mestinya. Di balik niat menghadirkan teknologi ke ruang-ruang kelas Indonesia, terdapat pertanyaan serius tentang transparansi, tata kelola anggaran, dan pertanggungjawaban publik.

Hingga Pertengahan Juli 2025, Kejaksaan Agung Belum Menetapkan Tersangka. Nadiem di periksa dua kali sebagai saksi untuk menjelaskan proses pengadaan dan pengambilan kebijakan selama masa jabatannya. Pemeriksaan ini mencakup klarifikasi soal perubahan spesifikasi dari Windows ke Chrome OS, dasar teknis keputusan tersebut, hingga proses pemilihan vendor dan distribusi ke lebih dari 70 ribu sekolah.

Meskipun belum ada bukti bahwa Nadiem terlibat langsung dalam praktik korupsi, keterlibatan namanya—yang sebelumnya di kenal publik sebagai sosok reformis dan inovatif—menjadi catatan penting dalam isu akuntabilitas pejabat publik. Terlebih lagi, program ini menghabiskan anggaran hampir Rp10 triliun dari APBN, namun hasil akhirnya justru menghadirkan ribuan perangkat yang tidak optimal di gunakan di sekolah-sekolah pelosok.

Kasus ini sekaligus membuka mata publik tentang tantangan digitalisasi pendidikan di Indonesia. Transformasi teknologi bukan hanya soal pengadaan perangkat. Tetapi juga kesiapan ekosistem—dari infrastruktur internet, pelatihan guru, hingga relevansi sistem operasi terhadap kebutuhan lokal.

Sikap kooperatif Nadiem dan pernyataannya yang mendukung proses hukum menjadi langkah positif. Namun, proses ini tetap harus di lanjutkan dengan pengungkapan yang transparan dan objektif oleh aparat penegak hukum. Agar kepercayaan masyarakat terhadap program digitalisasi tidak runtuh sepenuhnya.

Dengan sorotan publik yang begitu besar, kasus ini akan menjadi tolak ukur keseriusan pemerintah dalam menindaklanjuti dugaan korupsi di sektor pendidikan. Serta menjadi pelajaran penting bagi semua pemangku kebijakan agar inovasi besar tidak diiringi oleh kelalaian atau kepentingan tersembunyi Nadiem Makarim.

Share : Facebook Twitter Pinterest LinkedIn Tumblr Telegram Email WhatsApp Print

Artikel Terkait